1. Auditing-around the computer
Auditing
around the computer adalah auditing tanpa menguji pengendalian EDP
klien, sehingga audit hanya dilakukan pada sumber masukan dan hasil
keluaran dari proses EDP itu sendiri. Audit ini dapat diterima bila:
- Sumber dokumen tersedia dalam bentuk yang dapat dibaca manusia
- Dokumen difilekan secara baik yang memungkinkan melokalisasi mereka untuk keperluan audit.
Keluaran terdaftar secara detail yang memungkinkan auditor melacak transaksi individual dari dokumen sumber ke keluaran dan sebaliknya. Tahap-tahap dalam EDP audit dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Tahap awal
Terdiri dari telaahan dan evaluasi awal terhadap area yang akan diaudit serta penyiapan rencana audit. Pada telaahan awal ditentukan tindakan-tindakan yang akan dilakukan dalam audit dan mencakup keputusan-keputusan yang berkaitan dengan area-area tertentu yang akan diinvestigasi, penugasan bagi staf audit, teknologi audit yang akan digunakan, dan pembuatan anggaran waktu/biaya untuk audit.
B. Tahap kedua
merupakan telaahan evaluasi rinci atas pengendalian. Sasaran difokuskan pada temuan-temuan dalam area yang dipilih dalam audit. Dokumentasi area aplikasi ditelaah dan data yang berkaitan dengan operasi sistem dikumpulkan melalui wawancara, kuisioner pengendalian intern, dan observasi langsung. File-file transaksi, buku-buku harian
pengendalian, daftar program, dan data lain ditelaah sesuai kebutuhan untuk menentukan lingkup audit yang dicakup dalam program audit dan merancang prosedur-prosedur pengujian yang akan digunakan kemudian.
C. Tahap terakhir
mencakup pengujian ketaatan yang diikuti dengan analisis dan pelaporan hasil-hasil. Tahap pengujian menghasilkan bukti ketaatan terhadap prosedur-prosedur. Pengujian ketaatan dilakukan untuk memberikan jaminan memadai bahwa pengendalian intern ada dan bekerja sesuai dengan yang dinyatakan dalam dokumentasi sistem.
Pendekatan audit dengan memperlakukan komputer sebagai kotak hitam, teknik ini tidak menguji langkah langkah proses secara langsung, hanya berfokus pada input dan output dari sistem computer. Kelemahannya:
- Umumnya data base mencakup jumlah data yang banyak dan sulit untuk ditelusuri secara manual
- Tidak membuat auditor memahami sistem computer lebih baik
- Mengabaikan pengendalian sistem, sehingga rawan terhadap kesalahan dan kelemahan potensial dalam system.
- Lebih berkenaan dengan hal yang lalu dari pada audit yang preventif
- Kemampuan computer sebagai fasilitas penunjang audit mubazir
- Tidak mencakup keseluruhan maksud dan tujuan audit
2. Auditing-through the computer
Auditing through the computer adalah proses penelaahan dan evaluasi pengendalian intern dalam sistem EDP, meliputi pengendalian aplikasi dan pengendalian umum. Secara ringkas audit ini merupakan suatu metode audit sedangkan Auditing with the computer adalah pemanfaatan komputer oleh auditor untuk melakukan sejumlah pekerjaan audit yang juga dapat dilakukan secara manual. Secara ringkas audit ini merupakan suatu alat bantu audit.
Pendekatan audit yang berorientasi komputer yang secara langsung berfokus pada operasi pemrosesan dalam sistem komputer dengan asumsi bila terdapat pengendalian yang memadai dalam pemrosesan, maka kesalahan dan penyalahgunaan dapat dideteksi.
II. PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND, AMERIKA SERIKAT)
Definisi CyberLaw
Cyber Law adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hukum yang tumbuh dalam medium cyberspace. Cyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung kedalam sebuah jaringan.
1. CYBER LAW NEGARA INDONESIA
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999.Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan
akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
2. CYBER LAW NEGARA MALAYSIA
Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.
3. CYBER LAW NEGARA SINGAPORE
The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore. ETA dibuat dengan tujuan :
- Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya.
- Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik.
- Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan.
- Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll.
- Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan
- Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik danperdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.
Di dalam ETA mencakup :
- Kontrak Elektronik : Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.
- Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan : Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.
- Tandatangan dan Arsip elektronik : Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.
4. CYBER LAW NEGARA VIETNAM
Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute resolution belum
mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.
Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.
5. CYBER LAW NEGARA THAILAND
Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.
6. CYBERLAW DI AMERIKA SERIKAT
Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).
Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk
membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas
diantaranya mengenai :
- Pasal 5 : Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik
- Pasal 7 : Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
- Pasal 8 : Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak.
- Pasal 9 : Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik.
- Pasal 10 : Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik
- terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
- Pasal 11 : Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.
- Pasal 12 : Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
- Pasal 13 : “Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
- Pasal 14 : Mengatur mengenai transaksi otomatis.
- Pasal 15 : Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik.
- Pasal 16 : Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.
Undang-Undang Lainnya :
- Electronic Signatures in Global and National Commerce Act
- Uniform Computer Information Transaction Act
- Government Paperwork Elimination Act
- Electronic Communication Privacy Act
- Privacy Protection Act
- Fair Credit Reporting Act
- Right to Financial Privacy Act
- Computer Fraud and Abuse Act
- Anti-cyber squatting consumer protection Act
- Child online protection Act
- Children’s online privacy protection Act
- Economic espionage Act
- “No Electronic Theft” Act
Undang-Undang Khusus :
- Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)
- Credit Card Fraud Act
- Electronic Communication Privacy Act (ECPA)
- Digital Perfomance Right in Sound Recording Act
- Ellectronic Fund Transfer Act
- Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer
- Federal Cable Communication Policy
- Video Privacy Protection Act
Undang-Undang Sisipan :
- Arms Export Control Act
- Copyright Act, 1909, 1976
- Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services
- Privacy Act of 1974
- Statute of Frauds
- Federal Trade Commision Act
- Uniform Deceptive Trade Practices Act
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiKifO-j5XMAhVCG6YKHYrJAtoQFghCMAU&url=http%3A%2F%2Fdewi_anggraini.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F47370%2FPerbandingan%2BCyberlaw.pdf&usg=AFQjCNERY-S3gqH4QsvzjtBFIgukpN3JWQ&sig2=GJ8K7HZCEnvN4DHOwXqgTA&bvm=bv.119745492,d.dGY
0 Kritik & Saran:
Posting Komentar